PERKEMBANGAN
TEMPAT NONGKRONG DALAM MEMENUHI
KEBUTUHAN
KONSUMEN
Pendahuluan
Sifat
manusia yang tidak pernah puas dalam memenuhi kebutuhan memiliki dampak besar
terhadap pertumbuhan kafe di Yogyakarta, banyaknya mahasiswa dari luar kota
yang datang ke Yogya menyebabkan kebutuhan akan adanya kafe semakin besar.
Budaya Nongkrong di Indonesia sudah menjadi sebuah kebutuhan utama dalam
kehidupan bersosialisasi. Nongkrong dengan teman lebih banyak dilakukan di luar
biasanya di kafe atau tempat tempat yang mempunyai fasilitas untuk melakukan
kegiatan nongkrong.
Hal ini membuat banyaknya pengusaha yang
membuat kafe untuk memenuhi kebutuhan akan tempat dimana mahasiswa di Yogya
bisa berkumpul untuk makan atau sekedar bercengkrama. Nongkrong di café sekarang
sudah berubah menjadi budaya di kalangan masyarakat khususnya di kalangan
mahasiswa terlebih di Yogyakarta, bahkan
bukan hanya tempat nongkrong yang disebut kafe yang sekarang ada banyak tetapi
minimarket sudah mengalami perubahan karena fenomena ini, kita bisa liat
seperti indomaret,circle K, alfamart dan minimarket lainnya semua mengubah
konsep mereka dari sekedar tempat untuk orang berbelanja barang menjadi tempat
nongkrong.
Fenomena
tempat nongkrong bisa memenuhi kepuasan manusia menurut Maslow salah satunya
tentang kebutuhan sosial dengan nongkrong manusia bisa saling berinteraksi dan
mempunyai banyak teman.
Mahasiswa
menjadi sasaran utama dalam mencapai keuntungan pengusaha dalam membuka tempat
nongkrong karena mahasiswa dianggap mewakili kaum muda yang mempunyai banyak
pergaulan.
Menurut
Suwarman (2003), segencar apapun persaingan yang ada di pasar, konsumen tetaplah sebagai penentu
dalam membuat keputusan pembelian. Pilihan-pilihan produk yang ditawarkan
secara tidak langsung akan mempengaruhi pengambilan keputusan membeli bagi
konsumen.
Tempat
nongkrong yang ada di Yogyakarta juga memiliki tingkat sosial yang berbeda, ini
bisa dilihat dari segi harga,tempat dan pelayanan. Tempat Nongkrong bisa
membuat status sosial di masyarakat terlebih di kalangan mahasiswa, contohnya
Starbucks yang harganya mencapai 30 ribu untuk segelas kopinya membuat
mahasiswa yang membeli disana akan mendapat pandangan yang berbeda daripada
mahasiswa yang membeli kopi di angkringan atau tempat nongkrong biasa. Budaya
nongkrong di kalangan mahasiswa menjadi suatu tren yang sangat berkembang,
Dalam penelitan ini peniliti ingin mengamati keputusan mahasiswa sebagai
konsumen dalam memilih tempat nongkrong.
Dasar
Teori
Gaspers
(dalam Nasution, 2005) mengatakan bahwa kepuasan konsumen
sangat
bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen. Adapun faktor-faktor
yang
mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen antara lain :
a. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan
dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika sedang mencoba melakukan
transaksi dengan produsen produk.
b.
Pengalaman masa lalu ketika
mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.
c. Pengalaman dari teman-teman.
Peneliti
juga memakai teori dari Knowles untuk dasar kebutuhan manusia untuk dikaitkan
dengan kepuasan konsumen
Knowles
membagi kebutuhan dasar manusia atas beberapa macam, diantaranya :
1. Kebutuhan fisik.
Kebutuhan
ini yang paling mudah dilihat. Dalam hubungan dengan pendidikan, maka kebutuhan
itu meliputi kebutuhan untuk melihat, mendengar, beristirahat. Jika tulisan
terlalu kecil, suara terlalu pelan, jika kursi terlalu keras orang cenderung
tidak merasa senang, sehingga tidak dapat mengkonsentrasikan dirinya kepada
belajar. Kebutuhan fisik merupakan sumber motivasi pada sebagian tindakan
manusia.
2. Kebutuhan berkembang.
Menurut para ahli psikologi dan psikiatri
kebutuhan untuk berkembang merupakan kebutuhan yang paling dasar dan universal.
Orang dewasa yang merasa tidak mempunyai masa depan untuk berkembang, kehidupan
akan tidak berguna. Kebutuhan untuk berkembang ini adalah merupakan dorongan
yang kuat untuk belajar, karena pada dasarnya, pendidikan adalah perkembangan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan , sikap dan minat. Belajar sesuatu
yang baru akan memberikan rasa berkembang bagi seseorang.
3. Kebutuhan rasa aman.
Kebutuhan rasa aman termasuk kebutuhan rasa
aman baik fisik maupun psikologis. Oleh karena adanya kebutuhan ini, maka kita
merasa aman dalam pekerjaan yang ditata secara teratur dan sistematik. Dengan
kebutuhan ini, kita ingin mengetahui dimana dapat memperoleh sesuatu, apa yang
akan terjadi pada masa yang akan dating. Demikian pula biasanya kita akan
menolak cara baru walaupun cara lama lebi h baik, karena kita ingin lebih aman
dengan cara yang sudah pernah kita lakukan. Apabila rasa aman itu terganggu,
maka akan ada kecenderungan kita untuk menarik diri berbpartisipasi atau kita
mencari jalan lain yang berlawanan yaitu dengan cara mencari per lindungan
dalam bentuk diawasi atau didominasi oleh orang lain.
4. Kebutuhan untuk memperoleh pengalaman
baru.
Berlawanan
dengan kebutuhan rasa aman, maka manusia sering melakukan cara berlawanan,
yaitu dengan mencari petualangan atau melakukan sesuatu yan g mengandung
resiko. Manusia cenderung merasa bosan dengan terlalu banyak yang rutin atau
terlalu banyak rasa aman. Apabila betuhan untuk memperoleh pengalaman baru
dihalangi, maka dapat mengakibatkan perbuatan yang acuh, impulsive dan
tersinggung. Adanya kebutuhan untuk mencari pengalaman baru ini, maka orang
didorong untuk mencari kawan baru, minat baru, cara-cara baru, dan gagasan
baru.
5. Kebutuhan afeksi.
Setiap orang ingin disenangi walaupun untuk
menuju kesitu kadang-kadang menunjukan keinginan yang berlawanan. Apabila orang
merasa tidak disukai, atau kebutuhan afeksinya dihalangi, maka mereka akan
merespon dalam dua bentuk perilaku yang ekstrim. Pertama, mereka menarik diri
atau bersifat agresif. Kedua, mereka akan memilih jalan tengah yaitu dengan p
erilaku yang berpura-pura.
6. Kebutuhan untuk memperoleh pengakuan.
Setiap
manusia mempunyai kebutuhan untuk dipuji dan dihormati oleh orang lain.
Keinginan ini mendorong orang untuk memperoleh kedudukan dalam kelompok
sosialnya, lembaganya dan masyarakatnya. Dengan klata lain mendorong orang
untuk mencari status dan perhatian orang lain. Kebutuhan untuk memperoleh
pengakuan ini apabila dihalangi, maka orang itu merasa tidak punya harga
sehingga ia menarik diri atau ia berusaha untuk memperoleh perhatian.
Metodologi
Penelitian
Penulis
memakai Metode Penelitian kualitatif berupa wawancara, melalui wawancara
peneliti ingin mendalami bagaimana konsumen memilih dan melihat fenomena tempat
nongkrong sekarang ini
Subjek
Penelitian
Peneliti
memilih 5(lima) tempat berbeda yaitu Starbucks Ambarukmo Plaza, Singgah Coffee
yang berada di tambak bayan, Indomaret Point, Angkringan Kali code dan Kedai
Kopi Gejayan Yogyakarta, peneliti memasukkan indomaret point karena Indomaret
point mewakili minimarket yang berkembang menjadi tempat nongkrong. Subyek
Penelitian ini peneliti mewawncarai 2 orang dari masing-masing tempat sebagai
sample dalam penelitian ini.
Variabel
Penelitian.
Peneliti
ingin mengaitkan fenomena nongkrong yang ada dalam masyarakat dengan kepuasan
konsumen dalam teori Gaspers dan kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari
teori Knowles.
Tujuan
Penelitian
Untuk
mengetahui alasan konsumen memilih tempat nongkrong dan mengetahui seberapa
besar dampak fenomena nongkrong dalam perkembangan tempat nongkrong di
Yogyakarta.
Hasil
Pembahasan dan Penelitian
Penelitian
ini menemukan adanya kecenderungan mahasiswa memilih tempat nongkrong
disebabkan oleh fasilitas serta harga yang cocok untuk ekonomi mereka. Fenomena
tempat nongkrong membuat kelas sosial sendiri dikalangan konsumennya, ini
terlihat dari harga dan fasilitas yang diberikan Starbucks yang memiliki
fasilitas yang memadai dan bertempat di mall mematok harga yang lebih tinggi
daripada empat tempat lainnya sehingga konsumen yang membeli di starbucks
cenderung dianggap eksklusif sedangkan untuk Indomaret Point, Singgah coffee
dan Kedai Kopi adalah tempat untuk kalangan menengah ke bawah karena dari harga
yang terjangkau dan fasilitas yang memadai. Berbeda dengan angkringan di kali
code, konsumen yang datang kesini memang hanya untuk bersosialisasi langsung
dengan yang lain tanpa memirkan fasilitas yang menunjang, dari sisi harga
angkringan kali code memilih menjual sangat murah.
Mahasiswa
yang memilih di starbucks mendapatkan respon yang berbeda dari yang lain, ketika
mereka berada di starbucks dan menyebarkannya melalui media social seperti path
mereka mendapatkan kebanggaan tersendiri daripada tempat lainnya. Hal ini
disebabkan oleh brand Starbucks sudah dikenal di seluruh dunia sehingga membuat
mahasiswa yang datang ke starbucks termasuk golongan kelas sosial menengah ke
atas. Hal ini membuktikan bahwa fenomena nongkrong membuat kelas sosial yang
berbeda.
Pengaruh
kualitas juga mempengaruhi keputusan reponden dalam memilih tempat. Responden
cenderung memilih tempat nongkrong yang mempunyai fasilitas yang cukup seperti
wifi dan tempat yang nyaman oleh karena itu mereka lebih memilih café atau
minimarket yang menyediakan fasilitas tersebut. Sedangkan untuk kalicode yang
tidak menyediakan fasilitas tersebut konsumen yang datang juga mempunyai
motivasi yang berbeda yaitu hanya untuk bertemu dan sekedar mengobrol dengan
kerabat mereka.
Fenomena
gaya hidup nongkrong juga berdampak besar bagi perkembangan tempat nongkrong di
Yogyakarta, banyak pengusaha yang menyediakan fasilitas untuk memebuhi
kebutuhan konsumen yakni mahasiswa. Mahasiswa memerlukan tempat dimana mereka
bisa bersosialisasi dengan yang lain dilengkapi oleh fasilitas yang menunjang,
Konsumen
tidak menyadari berkembangnya budaya nongkrong yang terjadi, karena budaya
nongkrong dianggap sudah biasa seiring berkembangnya jaman. Konsumen menganggap
nongkrong adalah kegiatan dimana mereka bisa bersosialisasi atau berhubungan,
berkembangnya tekhnologi dan perubahan budaya yang serba instant membuat tempat
nongkrong menjadi suatu solusi dimana mereka bisa berinteraksi dengan lainnya.
Daftar
Pustaka
-
Gaspers ( Nasution 2005)
BRIAN CHRISTIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar