Minggu, 19 April 2015

PERKEMBANGAN TEMPAT NONGKRONG DALAM MEMENUHI
KEBUTUHAN KONSUMEN

Pendahuluan
Sifat manusia yang tidak pernah puas dalam memenuhi kebutuhan memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan kafe di Yogyakarta, banyaknya mahasiswa dari luar kota yang datang ke Yogya menyebabkan kebutuhan akan adanya kafe semakin besar. Budaya Nongkrong di Indonesia sudah menjadi sebuah kebutuhan utama dalam kehidupan bersosialisasi. Nongkrong dengan teman lebih banyak dilakukan di luar biasanya di kafe atau tempat tempat yang mempunyai fasilitas untuk melakukan kegiatan nongkrong.
 Hal ini membuat banyaknya pengusaha yang membuat kafe untuk memenuhi kebutuhan akan tempat dimana mahasiswa di Yogya bisa berkumpul untuk makan atau sekedar bercengkrama. Nongkrong di café sekarang sudah berubah menjadi budaya di kalangan masyarakat khususnya di kalangan mahasiswa terlebih di Yogyakarta,  bahkan bukan hanya tempat nongkrong yang disebut kafe yang sekarang ada banyak tetapi minimarket sudah mengalami perubahan karena fenomena ini, kita bisa liat seperti indomaret,circle K, alfamart dan minimarket lainnya semua mengubah konsep mereka dari sekedar tempat untuk orang berbelanja barang menjadi tempat nongkrong.
Fenomena tempat nongkrong bisa memenuhi kepuasan manusia menurut Maslow salah satunya tentang kebutuhan sosial dengan nongkrong manusia bisa saling berinteraksi dan mempunyai banyak teman.
Mahasiswa menjadi sasaran utama dalam mencapai keuntungan pengusaha dalam membuka tempat nongkrong karena mahasiswa dianggap mewakili kaum muda yang mempunyai banyak pergaulan.
Menurut Suwarman (2003), segencar apapun persaingan yang ada di  pasar, konsumen tetaplah sebagai penentu dalam membuat keputusan pembelian. Pilihan-pilihan produk yang ditawarkan secara tidak langsung akan mempengaruhi pengambilan keputusan membeli bagi konsumen.
Tempat nongkrong yang ada di Yogyakarta juga memiliki tingkat sosial yang berbeda, ini bisa dilihat dari segi harga,tempat dan pelayanan. Tempat Nongkrong bisa membuat status sosial di masyarakat terlebih di kalangan mahasiswa, contohnya Starbucks yang harganya mencapai 30 ribu untuk segelas kopinya membuat mahasiswa yang membeli disana akan mendapat pandangan yang berbeda daripada mahasiswa yang membeli kopi di angkringan atau tempat nongkrong biasa. Budaya nongkrong di kalangan mahasiswa menjadi suatu tren yang sangat berkembang, Dalam penelitan ini peniliti ingin mengamati keputusan mahasiswa sebagai konsumen dalam memilih tempat nongkrong.
Dasar Teori
Gaspers (dalam Nasution, 2005) mengatakan bahwa kepuasan konsumen
sangat bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen antara lain :
a.      Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.
b.     Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.
c.      Pengalaman dari teman-teman.
Peneliti juga memakai teori dari Knowles untuk dasar kebutuhan manusia untuk dikaitkan dengan kepuasan konsumen
Knowles membagi kebutuhan dasar manusia atas beberapa macam, diantaranya :
1.      Kebutuhan fisik.
Kebutuhan ini yang paling mudah dilihat. Dalam hubungan dengan pendidikan, maka kebutuhan itu meliputi kebutuhan untuk melihat, mendengar, beristirahat. Jika tulisan terlalu kecil, suara terlalu pelan, jika kursi terlalu keras orang cenderung tidak merasa senang, sehingga tidak dapat mengkonsentrasikan dirinya kepada belajar. Kebutuhan fisik merupakan sumber motivasi pada sebagian tindakan manusia.



2.      Kebutuhan berkembang.
 Menurut para ahli psikologi dan psikiatri kebutuhan untuk berkembang merupakan kebutuhan yang paling dasar dan universal. Orang dewasa yang merasa tidak mempunyai masa depan untuk berkembang, kehidupan akan tidak berguna. Kebutuhan untuk berkembang ini adalah merupakan dorongan yang kuat untuk belajar, karena pada dasarnya, pendidikan adalah perkembangan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan , sikap dan minat. Belajar sesuatu yang baru akan memberikan rasa berkembang bagi seseorang.

3.      Kebutuhan rasa aman.
 Kebutuhan rasa aman termasuk kebutuhan rasa aman baik fisik maupun psikologis. Oleh karena adanya kebutuhan ini, maka kita merasa aman dalam pekerjaan yang ditata secara teratur dan sistematik. Dengan kebutuhan ini, kita ingin mengetahui dimana dapat memperoleh sesuatu, apa yang akan terjadi pada masa yang akan dating. Demikian pula biasanya kita akan menolak cara baru walaupun cara lama lebi h baik, karena kita ingin lebih aman dengan cara yang sudah pernah kita lakukan. Apabila rasa aman itu terganggu, maka akan ada kecenderungan kita untuk menarik diri berbpartisipasi atau kita mencari jalan lain yang berlawanan yaitu dengan cara mencari per lindungan dalam bentuk diawasi atau didominasi oleh orang lain.

4.      Kebutuhan untuk memperoleh pengalaman baru.
Berlawanan dengan kebutuhan rasa aman, maka manusia sering melakukan cara berlawanan, yaitu dengan mencari petualangan atau melakukan sesuatu yan g mengandung resiko. Manusia cenderung merasa bosan dengan terlalu banyak yang rutin atau terlalu banyak rasa aman. Apabila betuhan untuk memperoleh pengalaman baru dihalangi, maka dapat mengakibatkan perbuatan yang acuh, impulsive dan tersinggung. Adanya kebutuhan untuk mencari pengalaman baru ini, maka orang didorong untuk mencari kawan baru, minat baru, cara-cara baru, dan gagasan baru.

5.      Kebutuhan afeksi.
 Setiap orang ingin disenangi walaupun untuk menuju kesitu kadang-kadang menunjukan keinginan yang berlawanan. Apabila orang merasa tidak disukai, atau kebutuhan afeksinya dihalangi, maka mereka akan merespon dalam dua bentuk perilaku yang ekstrim. Pertama, mereka menarik diri atau bersifat agresif. Kedua, mereka akan memilih jalan tengah yaitu dengan p erilaku yang berpura-pura.

6.      Kebutuhan untuk memperoleh pengakuan.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk dipuji dan dihormati oleh orang lain. Keinginan ini mendorong orang untuk memperoleh kedudukan dalam kelompok sosialnya, lembaganya dan masyarakatnya. Dengan klata lain mendorong orang untuk mencari status dan perhatian orang lain. Kebutuhan untuk memperoleh pengakuan ini apabila dihalangi, maka orang itu merasa tidak punya harga sehingga ia menarik diri atau ia berusaha untuk memperoleh perhatian.

Metodologi Penelitian
Penulis memakai Metode Penelitian kualitatif berupa wawancara, melalui wawancara peneliti ingin mendalami bagaimana konsumen memilih dan melihat fenomena tempat nongkrong sekarang ini
Subjek Penelitian
Peneliti memilih 5(lima) tempat berbeda yaitu Starbucks Ambarukmo Plaza, Singgah Coffee yang berada di tambak bayan, Indomaret Point, Angkringan Kali code dan Kedai Kopi Gejayan Yogyakarta, peneliti memasukkan indomaret point karena Indomaret point mewakili minimarket yang berkembang menjadi tempat nongkrong. Subyek Penelitian ini peneliti mewawncarai 2 orang dari masing-masing tempat sebagai sample dalam penelitian ini.


Variabel Penelitian.
Peneliti ingin mengaitkan fenomena nongkrong yang ada dalam masyarakat dengan kepuasan konsumen dalam teori Gaspers dan kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari teori Knowles.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui alasan konsumen memilih tempat nongkrong dan mengetahui seberapa besar dampak fenomena nongkrong dalam perkembangan tempat nongkrong di Yogyakarta.
Hasil Pembahasan dan Penelitian
Penelitian ini menemukan adanya kecenderungan mahasiswa memilih tempat nongkrong disebabkan oleh fasilitas serta harga yang cocok untuk ekonomi mereka. Fenomena tempat nongkrong membuat kelas sosial sendiri dikalangan konsumennya, ini terlihat dari harga dan fasilitas yang diberikan Starbucks yang memiliki fasilitas yang memadai dan bertempat di mall mematok harga yang lebih tinggi daripada empat tempat lainnya sehingga konsumen yang membeli di starbucks cenderung dianggap eksklusif sedangkan untuk Indomaret Point, Singgah coffee dan Kedai Kopi adalah tempat untuk kalangan menengah ke bawah karena dari harga yang terjangkau dan fasilitas yang memadai. Berbeda dengan angkringan di kali code, konsumen yang datang kesini memang hanya untuk bersosialisasi langsung dengan yang lain tanpa memirkan fasilitas yang menunjang, dari sisi harga angkringan kali code memilih menjual sangat murah.
Mahasiswa yang memilih di starbucks mendapatkan respon yang berbeda dari yang lain, ketika mereka berada di starbucks dan menyebarkannya melalui media social seperti path mereka mendapatkan kebanggaan tersendiri daripada tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh brand Starbucks sudah dikenal di seluruh dunia sehingga membuat mahasiswa yang datang ke starbucks termasuk golongan kelas sosial menengah ke atas. Hal ini membuktikan bahwa fenomena nongkrong membuat kelas sosial yang berbeda.
Pengaruh kualitas juga mempengaruhi keputusan reponden dalam memilih tempat. Responden cenderung memilih tempat nongkrong yang mempunyai fasilitas yang cukup seperti wifi dan tempat yang nyaman oleh karena itu mereka lebih memilih café atau minimarket yang menyediakan fasilitas tersebut. Sedangkan untuk kalicode yang tidak menyediakan fasilitas tersebut konsumen yang datang juga mempunyai motivasi yang berbeda yaitu hanya untuk bertemu dan sekedar mengobrol dengan kerabat mereka.
Fenomena gaya hidup nongkrong juga berdampak besar bagi perkembangan tempat nongkrong di Yogyakarta, banyak pengusaha yang menyediakan fasilitas untuk memebuhi kebutuhan konsumen yakni mahasiswa. Mahasiswa memerlukan tempat dimana mereka bisa bersosialisasi dengan yang lain dilengkapi oleh fasilitas yang menunjang,            
Konsumen tidak menyadari berkembangnya budaya nongkrong yang terjadi, karena budaya nongkrong dianggap sudah biasa seiring berkembangnya jaman. Konsumen menganggap nongkrong adalah kegiatan dimana mereka bisa bersosialisasi atau berhubungan, berkembangnya tekhnologi dan perubahan budaya yang serba instant membuat tempat nongkrong menjadi suatu solusi dimana mereka bisa berinteraksi dengan lainnya.

Daftar Pustaka
-          Gaspers ( Nasution 2005)


BRIAN CHRISTIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar